Total Tayangan Halaman

Minggu, 12 Mei 2013

Lost In Jakarta

Bismillah...

First, saya kenalin dulu sama temen-temen hebat saya ini.
Fitriyas Kinanti a.k.a Itti
Henny Febriyani a.k.a Henny
Oktaviani a.k.a um... oktaviani haha she has only one word as her name.
Tamara Dayu Oktaviani a.k.a Dayu
Wenny Raina Erawati a.k.a Wenny

Pernah punya keinginan untuk "berpetualang?". Go nowhere with no any direction nor map?
Punya temen-temen yang bisa dan mau diajak pergi tanpa tujuan?
Orang-orang di atas lah partner saya melakukan kegilaan ini :P

Setelah sekian lama tidak jumpa, akhirnya Sabtu, 11 Mei 2013 kami berkesempatan ngumpul lagi (walaupun ga lengkap karena Okta dan Itti masih di negeri rantauannya masing-masing). Saya, Wenny, Henny, dan Dayu akhirnya dipertemukan lagi di... TARRA!! Gang Selot! Gang sejuta kenangan semasa SMP. Terletak tepat di sebelah gedung SMP tempat kami menimba ilmu di masa lampau, tempat di mana kami dipertemukan oleh ALLAH.

Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 1:59 pm Waktu Indonesia bagian Bogor :P kalau ke Selot, makanan pertama yang melintas di otak kami tak lain dan tak bukan adalah LENGGANG!! Makanan favorit sejak SMP :9 Alhamdulillah gayung bersambut karena di antara deretan kios makanan yang sudah tutup, ibu penjual lenggang masih menunggu pelanggannya dengan setia.

Makan lenggang deh :9


Sejam pertama, kami masih punya tujuan, yakni makan di Selot (yang sudah ter"kabul" tadi) dan belanja Alat Tulis di

Toko ABC 

di daerah Suryakencana, Bogor. Pasca dari ABC ini yang kami bingungkan. Dayu pun mencetuskan ide untuk mengunjungi kantornya di bilangan Jakarta Utara dan kami mengiyakan, itung-itung nemenin Henny ngabuburit karena Henny lagi puasa Rajab. Yaaaap, kami ke Jakarta dengan saya dan Dayu sebagai navigator. 

Arus lalu lintas Bogor-Jakarta begitu lancar karena saat itu bukan hari kerja. Kalaupun hari kerja, biasanya jalur Bogor-Jakarta lah yang padat, bukan sebaliknya jadi kami merasa tenang dan nyaman. Nah, saat hendak memasuki Tol dalam Kota, puluhan kendaraan menyemut memadati badan jalan yang menyempit! Suasana diperparah dengan sambaran kilat yang terlihat dari kejauhan, pertanda hujan deras akan segera mengguyur kota.

Kepadatan terasa hingga kurang lebih pukul 4:00 pm dan kami pun memutuskan untuk berganti tujuan. Jakarta Utara langsung diblacklist karena kami tidak mau terjebak macet berkepanjangan dan kami penasaran dengan Menara Saidah yang terletak di Jalan M.T Haryono. Kami memutuskan untuk memasuki area Jakarta Timur (Cawang). Hujan pun turun.

Keluar dari Tol Cawang, kami melaju mulus di sepanjang Jalan M.T Haryono. Melihat gedung-gedung yang angkuh mencakar langit, seakan menantang kilat yang tak hentinya saling menyambar satu sama lain. There you are, 

Menara Saidah

menara bergaya Romawi yang membuat teman-teman saya penasaran. Tapi tidak, kami tidak berhenti dan memasuki gedung untuk explore lebih jauh. kami tidak seberani itu -___- (hey mungkin saya bisa mengajak mereka lain waktu :P) . Perjalanan harus terus dilanjutkan karena kami punya tujuan baru, yakni MASJID! Hey, kami belum salat asar!

Kendaraan kami terus melaju menyusuri kota Jakarta yang basah. Tak satupun masjid kami temukan. Rasanya sangat susah menemukan masjid saat itu terlebih kami tidak tau arah -___- Kami hanya terus menyusuri jalan dipandu oleh Maps pada Smartphone Wenny karena Dayu tidak berdaya di daerah Timur Jakarta dan saya tidak terlalu percaya diri untuk menunjukkan jalan. Menit demi menit berlalu dan hey! di samping kanan kami ternyata Halte Busway Gelora Bung Karno, entah kenapa kami bisa sampai sini -____-

Jam sudah menunjukkan pukul 5:00 pm dan kami belum salat asar, saya langsung mengarahkan ke

Grand Indonesia

Di sana pasti ada musholla kan. Tapi ternyata tidak semudah itu, kami harus memutar balik. Kami tidak tahu di mana kami harus putar balik. Oke, berhasil lah ya putar balik. Tapi kami tidak tahu jalan masuk ke Grand Indonesia. Kami sempat "nyasar" malah masuk ke gate in Menara BCA .___.

Alhamdulillah setelah bermenit-menit muter-muter, kami menemukan gate in nya. Segera kami mencari musholla. Alhamdulillah musholla berada di lokasi yang layak (beberapa mall menempatkan musholla di basement dengan kondisi yg menyedihkan). Kondisi dalam musholla tidak saya lihat karena memang saya sedang berhalangan. Kami memutuskan untuk meninggalkan Grand Indonesia segera setelah salat asar karena "atmosfer" mall yang sangat tidak bersahabat. Mungkin karena kaum jetset lah yang mendominasi (or even ALL of THEM are) mall. Ya memang Grand Indonesia kan untuk kelas menengah ke atas :P

Guess what?? Keluar dari Grand Indonesia means Pulang ke Bogor! Yaaaap, kami memutuskan untuk langsung pulang ke Bogor dan makan malam di Bogor saja daripada di Jakarta. Jadi kami pergi tanpa arah ke Jakarta hanya numpang salat asar dan ngeliat Menara Saidah :P haha What an adventure!


PULAAANG!! :D





Jumat, 10 Mei 2013

Merantau (Bukan Judul Film)

taken from Google

Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China.

Dari pepatah di atas sudah bisa disimpulkan bahwa kita DISURUH untuk pergi ke tempat yang sangat jauh sekalipun demi meraih ilmu. Pergi dari kampung halaman tercinta, meninggalkan zona nyaman kita, meraih apa yang semua pinta. Ilmu. Kesuksesan. Aamiin.

Meninggalkan zona nyaman memang bukan hal yang mudah. Kita mengenal apa itu home sick, jet lag hingga culture shock. Khusus untuk jet lag mungkin dikarenakan perbedaan zona waktu yg berimbas pada tubuh. 2 lain yakni home sick dan culture shock lebih menyerang psikis kita dan inilah yang tersulit. Sakit fisik bisa diobati tapi sakit psikis? harus dengan pendekatan emosional pula metode penyembuhannya.

Tapi merantau tidak sesakit itu kok. Banyak hal indah ditawarkan oleh negeri rantauan. Dan bagian terindah dari merantau adalah saat pulang kampung :) Layaknya puasa, bagian terindah dari puasa adalah saat berbuka. Kita tidak bisa merasakan nikmatnya berbuka jika sebelumnya kita tidak menahan hawa nafsu, menahan lapar dan dahaga. Nikmatnya seteguk air yang akhirnya membasahi keringnya tenggorokan hanya dirasakan oleh orang-orang yang berpuasa. Begitupun dengan pulang kampung. Nikmatnya melihat pemandangan kampung halaman hanya dirasakan oleh mereka yang sudah lama tidak melihat pemandangan  itu, sekalipun pemandangannya berupa keriuhan pedagang-pedagang atau penumpang berdesakan yg menyeruak keluar dari stasiun atau terminal. Pemandangan yang terlihat kacau pun terasa begitu indah nan mengundang kerinduan.

Dari sinilah muncul rasa cinta pada kampung halaman. Yang awalnya memandang biasa saja tempat ia dibesarkan, akhirnya menyadari bahwa tempat itu begitu berarti baginya. Begitu menyimpan banyak kenangan. Begitu memiliki jutaan alasan untuk dirindukan.

Merantau tidak membuat pelakunya melupakan kampung halaman, justru sebaliknya. Dengan merantau, kita diajak untuk membuka wawasan kita, diperkenalkan pada dunia yang baru apalagi jika tujuan perantauan adalah dunia internasional yang memiliki perbedaan jauh dengan negeri asal. Negeri rantau menawarkan pemandangan yang berbeda dengan kampung halaman kita. Membuat kita semakin seksama membandingkan, "Oh di tempat asal saya, ini tidak begini. Tapi begitu." dan saat melakukan perbandingan itu, biasanya kita akan "narsis", merasa milik kitalah yang terbaik. Kembalilah kita sadar bahwa kita begitu mencintai kampung halaman kita.

Saya sendiri merasakan hal tersebut. Awalnya saya merasa Bogor adalah kota yang biasa saja sampai saya melihat Bogor dari sudut pandang yang berbeda, yakni melalui sudut pandang seorang perantauan. Ya walaupun saya hanyalah seorang Perantau Satu Jam. Tunggu, hanya dengan jarak satu jam perjalanan saja sudah membuat seseorang menjadi semakin cinta kampung halaman lalu bagaimana jika jarak ribuan mil memisahkan si pelaku perantau dengan negeri asalnya? Tentu kerinduan akan semakin membuncah!! Efek panjangnya, ia akan semakin mencintai kampung halamannya!! Mungkin bisa saya simpulkan bahwa Tingkat Kerinduan berbanding lurus dengan Jarak dan akan berbanding lurus pula dengan Peningkatan Rasa Cinta terhadap Kampung Halaman. Mungkin pula, begini rumus matematisnya:

Rasa Cinta = Jarak x Kerinduan


(Maaf kalau rumus matematisnya salah, pelaku LDR yang lebih tau #eh)

Siapa yang tidak ingin merasakan cinta yang sebesar itu? Cinta kampung halaman yang hanya bisa didapatkan dengan cara meninggalkannya untuk beberapa waktu sebelum akhirnya kembali ke peraduan. Cinta kampung halaman yang bisa diraih dengan merantau dan akhirnya kembali ke pangkuan kampung halaman. Jadi, masih takut untuk merantau? Nikmatnya pulang kampung hanya bisa dirasakan oleh mereka yang merantau lho :)

di postkan setelah disuguhi gagahnya Gunung Salak dalam tegasnya-biru-pasca-diguyur-hujan sekembalinya dari Jakarta.

Bogor, Jum'at 10 Mei 2013
Shafira Murni
Perantau Satu Jam