Total Tayangan Halaman

Jumat, 10 Mei 2013

Merantau (Bukan Judul Film)

taken from Google

Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China.

Dari pepatah di atas sudah bisa disimpulkan bahwa kita DISURUH untuk pergi ke tempat yang sangat jauh sekalipun demi meraih ilmu. Pergi dari kampung halaman tercinta, meninggalkan zona nyaman kita, meraih apa yang semua pinta. Ilmu. Kesuksesan. Aamiin.

Meninggalkan zona nyaman memang bukan hal yang mudah. Kita mengenal apa itu home sick, jet lag hingga culture shock. Khusus untuk jet lag mungkin dikarenakan perbedaan zona waktu yg berimbas pada tubuh. 2 lain yakni home sick dan culture shock lebih menyerang psikis kita dan inilah yang tersulit. Sakit fisik bisa diobati tapi sakit psikis? harus dengan pendekatan emosional pula metode penyembuhannya.

Tapi merantau tidak sesakit itu kok. Banyak hal indah ditawarkan oleh negeri rantauan. Dan bagian terindah dari merantau adalah saat pulang kampung :) Layaknya puasa, bagian terindah dari puasa adalah saat berbuka. Kita tidak bisa merasakan nikmatnya berbuka jika sebelumnya kita tidak menahan hawa nafsu, menahan lapar dan dahaga. Nikmatnya seteguk air yang akhirnya membasahi keringnya tenggorokan hanya dirasakan oleh orang-orang yang berpuasa. Begitupun dengan pulang kampung. Nikmatnya melihat pemandangan kampung halaman hanya dirasakan oleh mereka yang sudah lama tidak melihat pemandangan  itu, sekalipun pemandangannya berupa keriuhan pedagang-pedagang atau penumpang berdesakan yg menyeruak keluar dari stasiun atau terminal. Pemandangan yang terlihat kacau pun terasa begitu indah nan mengundang kerinduan.

Dari sinilah muncul rasa cinta pada kampung halaman. Yang awalnya memandang biasa saja tempat ia dibesarkan, akhirnya menyadari bahwa tempat itu begitu berarti baginya. Begitu menyimpan banyak kenangan. Begitu memiliki jutaan alasan untuk dirindukan.

Merantau tidak membuat pelakunya melupakan kampung halaman, justru sebaliknya. Dengan merantau, kita diajak untuk membuka wawasan kita, diperkenalkan pada dunia yang baru apalagi jika tujuan perantauan adalah dunia internasional yang memiliki perbedaan jauh dengan negeri asal. Negeri rantau menawarkan pemandangan yang berbeda dengan kampung halaman kita. Membuat kita semakin seksama membandingkan, "Oh di tempat asal saya, ini tidak begini. Tapi begitu." dan saat melakukan perbandingan itu, biasanya kita akan "narsis", merasa milik kitalah yang terbaik. Kembalilah kita sadar bahwa kita begitu mencintai kampung halaman kita.

Saya sendiri merasakan hal tersebut. Awalnya saya merasa Bogor adalah kota yang biasa saja sampai saya melihat Bogor dari sudut pandang yang berbeda, yakni melalui sudut pandang seorang perantauan. Ya walaupun saya hanyalah seorang Perantau Satu Jam. Tunggu, hanya dengan jarak satu jam perjalanan saja sudah membuat seseorang menjadi semakin cinta kampung halaman lalu bagaimana jika jarak ribuan mil memisahkan si pelaku perantau dengan negeri asalnya? Tentu kerinduan akan semakin membuncah!! Efek panjangnya, ia akan semakin mencintai kampung halamannya!! Mungkin bisa saya simpulkan bahwa Tingkat Kerinduan berbanding lurus dengan Jarak dan akan berbanding lurus pula dengan Peningkatan Rasa Cinta terhadap Kampung Halaman. Mungkin pula, begini rumus matematisnya:

Rasa Cinta = Jarak x Kerinduan


(Maaf kalau rumus matematisnya salah, pelaku LDR yang lebih tau #eh)

Siapa yang tidak ingin merasakan cinta yang sebesar itu? Cinta kampung halaman yang hanya bisa didapatkan dengan cara meninggalkannya untuk beberapa waktu sebelum akhirnya kembali ke peraduan. Cinta kampung halaman yang bisa diraih dengan merantau dan akhirnya kembali ke pangkuan kampung halaman. Jadi, masih takut untuk merantau? Nikmatnya pulang kampung hanya bisa dirasakan oleh mereka yang merantau lho :)

di postkan setelah disuguhi gagahnya Gunung Salak dalam tegasnya-biru-pasca-diguyur-hujan sekembalinya dari Jakarta.

Bogor, Jum'at 10 Mei 2013
Shafira Murni
Perantau Satu Jam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar